Thursday, January 18, 2018

Istri yang Menolak Bersenggama dengan Suami yang Mabuk

Perintah suami adalah wajib bagi istri untuk dilaksanakan, seperti inilah agama menggariskan posisi suami sebagai kepala/ pemimpin keluarga. Begitu banyak hadits yang menguatkan hal itu, terutama perintah suami ketika mengajakbersenggama. Beberapa hadits bahkan menyatakan sang istri akan dibenci oleh malaikat hingga pagi hari jika menolak ajakan suami.
Namun jika sang suami yang mabuk mengajak untuk bersenggama, apakah sang istri harus  mengikuti? Bagaimanakah sikap seharusnya dilakukan sang istri mengingat jima' dengan suami merupakan ibadah. Apabila menolak, apakah termasuk perbuatan yang tidak baik dilakukan? Berikut pertanyaan dan jawaban mengenai hal tersebut.

Bagaimana hukum istri menolak dikumpul / jima’ oleh suaminya yang dalam keadaan mabuk minuman keras, dan bolehkah ia mengunci pintu, dengan alasan menganggap merendahkan martabat wanita, dan mengkhawatirkan suami melakukan tindak kekerasan rumah tangga yang tidak bisa diduga sebelumnya karena di bawah pengaruh mabuk. Dan bukankah permintaannya  bukan dari  keinginan pikiran sadar yang menjadi dasar hukum? Trimakasih atas jawabannya. 
Pada dasarnya ketika seorang suami meminta berhubungan badan, maka sang istri harus memenuhi keinginannya karena itu merupakan haknya. Sedang kewajiban istri adalah memenuhi kewajibannya. Jika sang istri menolak maka penolakan tersebut merupakan tindakan yang akan mendapatkan kutukan para malaikat sampai waktu pagi.
Yang demikian ini, jika penolakan tersebut dilakukan dengan inisiatif penuh dari pihak istri dan tanpa alasan yang bisa dibenarkan (al-‘udzr asy-syar’i). Hal ini berarti jika terdapat alasan (‘udzr) seperti suami dalam keadaan mabuk,  maka sang istri boleh menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan badan, bahkan mengunci pintu kamar karena diyakini akan menyakitinya.  

وَعَلَى الزُّوْجَةِ طَاعَةُ زَوْجِهَا إِذَا دَعَاهَا إِلَى الْفِرَاشِ، وَلَوْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ أَوْ عَلَى ظَهْرِ قَتَبٍ، كَمَا رَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ، مَا لَمْ يُشْغِلْهَا عَنِ الْفَرَائِضِ، أَوْ يَضُرَّهَا؛ لِأَّن الضَّرَرَ وَنَحْوَهُ لَيْسَ مِنَ الْمُعَاشَرَةِ بِالْمَعْرُوْفِ (وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته، دمشق-دار الفكر، الطبعة الثانية، 1405 هــ/ 1985 م، ج، 7، ص. 335
 Seorang isteri wajib mentaati suaminya ketika sang suami mengajaknya untuk melakukan hubungan badan meskipun ia sedang memanggang roti di tannur (alat memanggang roti) atau ia sedang di atas punggung pelana onta sebagimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dan selainyna, sepanjang hal itu tidak membuatnya mengabaikan kewajiban agama atau tidak menyakitinya. Sebab, sesuatu yang menyakiti dan semisalnya bukanlah termasuk dari  mu’asyarah bil ma’ruf” (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-2, 1405 H/1985 M, juz, VII, h. 335). 
Selanjutnya apabila suami sudah tidak mabuk dan kondisi sudah membaik maka hendaknya sang istri memberikan nasehat dengan cara yang baik dan santun kepadasang suami. Disamping itu juga berdoa agar diberi kesabaran serta mendoakan suami agar segera mengakhiri kebiasaan buruknya.


SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.

0 komentar: