
Namun jika sang suami yang mabuk mengajak untuk bersenggama, apakah sang
istri harus mengikuti? Bagaimanakah
sikap seharusnya dilakukan sang istri mengingat jima' dengan suami merupakan
ibadah. Apabila menolak, apakah termasuk perbuatan yang tidak baik dilakukan?
Berikut pertanyaan dan jawaban mengenai hal tersebut.
Bagaimana hukum istri menolak dikumpul / jima’ oleh suaminya yang dalam keadaan mabuk minuman keras, dan bolehkah ia mengunci pintu, dengan alasan menganggap merendahkan martabat wanita, dan mengkhawatirkan suami melakukan tindak kekerasan rumah tangga yang tidak bisa diduga sebelumnya karena di bawah pengaruh mabuk. Dan bukankah permintaannya bukan dari keinginan pikiran sadar yang menjadi dasar hukum? Trimakasih atas jawabannya.
Pada dasarnya ketika seorang suami meminta berhubungan badan, maka sang
istri harus memenuhi keinginannya karena itu merupakan haknya. Sedang kewajiban
istri adalah memenuhi kewajibannya. Jika sang istri menolak maka penolakan
tersebut merupakan tindakan yang akan mendapatkan kutukan para malaikat sampai
waktu pagi.
Yang demikian ini, jika penolakan tersebut dilakukan dengan inisiatif penuh
dari pihak istri dan tanpa alasan yang bisa dibenarkan (al-‘udzr asy-syar’i).
Hal ini berarti jika terdapat alasan (‘udzr) seperti suami dalam
keadaan mabuk, maka sang istri boleh menolak ajakan suami untuk melakukan
hubungan badan, bahkan mengunci pintu kamar karena diyakini akan
menyakitinya.
وَعَلَى الزُّوْجَةِ طَاعَةُ زَوْجِهَا إِذَا دَعَاهَا
إِلَى الْفِرَاشِ، وَلَوْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ أَوْ عَلَى ظَهْرِ قَتَبٍ،
كَمَا رَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ، مَا لَمْ يُشْغِلْهَا عَنِ الْفَرَائِضِ، أَوْ
يَضُرَّهَا؛ لِأَّن الضَّرَرَ وَنَحْوَهُ لَيْسَ مِنَ الْمُعَاشَرَةِ بِالْمَعْرُوْفِ
(وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته، دمشق-دار الفكر، الطبعة الثانية، 1405 هــ/
1985 م، ج، 7، ص. 335
“Seorang isteri wajib mentaati suaminya ketika sang suami mengajaknya
untuk melakukan hubungan badan meskipun ia sedang memanggang roti di tannur
(alat memanggang roti) atau ia sedang di atas punggung pelana onta sebagimana
yang diriwayatkan Imam Ahmad dan selainyna, sepanjang hal itu tidak membuatnya
mengabaikan kewajiban agama atau tidak menyakitinya. Sebab, sesuatu yang
menyakiti dan semisalnya bukanlah termasuk dari mu’asyarah bil ma’ruf”
(Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus-Dar
al-Fikr, cet ke-2, 1405 H/1985 M, juz, VII, h. 335).
Selanjutnya apabila suami sudah tidak mabuk dan kondisi sudah membaik maka
hendaknya sang istri memberikan nasehat dengan cara yang baik dan santun kepadasang suami. Disamping itu juga berdoa agar diberi kesabaran serta mendoakan
suami agar segera mengakhiri kebiasaan buruknya.
0 komentar: