Saturday, January 20, 2018

Bagaimana Fiqih Menyikapi Ziarah ke Makam Keluarga Non-Muslim

Sudah tidak saatnya lagi mempermasalahkan boleh tidaknya ziarah ke makam orang yang sudah meninggal, baik ziarah ke makam keluarga, teman, maupun tokoh yang kita kagumi. Karena semua kembali ke niatan kita, apabila kita niat memulyakan secara berlebih hingga meminta kepada shohibul maqbaroh, tentu itu tidak bisa dibenarkan. Namun jika kita niat untuk mengingat kenangan bersama keluarga yang telah meninggal, sembari berdoa kepada tuhan agar orang tua kita dilapangkan di sisi-Nya, dan justru mengingat bahwa kematian adalah teman terdekat kita, maka tak ada sisi negatif dari berziarah atau mengunungi makam.
Namun bagaimanakah sikap fiqih, apabila keluarga, teman ataupun tokoh yang kita kunjungi makamnya beragama selain islam? Tentu kita tahu bahwa mendoakan keselamatan untuk non-muslim saja dilarang (seyogyanya kita doakan agar mereka mendapat hidayah), bagaimana apabila berziarah ke makamnya? 
Berikut kutipan pertanyaan dan jawaban yang kami himpun beserta pendapat dari ulama salafus sholihin
Apa hukumnya dalam Islam dan apakah diperbolehkan berziarah ke makam non Islam (Kristen). Kakek dari ayah saya adalah seorang muallaf. Jadi kami tiap tahun atau pas lebaran pergi berziarah ke makam ayah kakek saya yang masih Kristen. Mohon tanggapannya.
Penanya yang budiman, semoga Allah selalu merahmatinya. Pada mulanya berziarah kubur ke makam orang-orang muslim itu dilarang oleh baginda Rasulullah saw, tetapi kemudian hal tersebut diperintahkan karena bisa mengingatkan kita akan kematian atau alam akhirat. Dengan mengingat kematian maka akan menambahakan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah swt. 
Lantas bagaimana jika kita menziarahi kuburan orang non-muslim? Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab Fathul Wahhab karya Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, bahwa berziarah ke kuburan orang non-Muslim itu diperbolehkan.
أَمَّا زِيَارَةُ قُبُورِ الْكُفَّارِ فَمُبَاحَةٌ --زكريا الأنصاري، فتح الوهاب، بيروت-دار الكتب العلمية، 1418هـ، ج، 1، ص. 176

“Bahwa berziarah ke kuburan orang-orang kafir itu mubah (diperbolehkan)”. (Zakariya al-Anshari, Fathul Wahhab, Bairut-Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418 H, juz, 1, h. 176).

Namun sepanjang berziarah kubur ke kuburan orang non-muslim dilakukan untuk mengingatkan kita akan kematian dan alam akhirat atau i’tibar (pelajaran) dan peringatan kepada kita akan kematian. Jika menziarahi kuburan orang yang non-muslim saja diperbolehkan, maka logikanya adalah menziarahinya ketika masih hidup itu lebih utama (awla). Inilah yang kemudian ditegaskan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim-nya.

إِذَا جَازَتْ زِيَارَتُهُمْ بَعْدَ الْوَفَاةِ فَفِي الْحَيَاةِ أَوْلَى (محي الدين شرف النووي، شرح النووي، على صحيح مسلم، بيروت-دار إحياء التراث العربي، الطبعة الثانية، 1392 هـ، ج، 8، ص. 45)

“Jika boleh menziarahi mereka (non-muslim) setelah meninggal dunia, maka menziarahi mereka ketika masih hidup itu lebih utama”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Syarhun Nawawi ala Shahihi Muslim, Bairut-Daru Ihya`it Turats al-‘Arabi, cet ke-II, 1392 H, juz, VIII, h. 45)

Pesan penting yang ingin disampaikan di sini adalah bahwa perbedaan keyakinan tidak dibisa dijadikan alasan untuk memutuskan tali silaturahim dan persaudaraan kemanusian (al-ukhuwwah al-basyariyyah). Meskipun kita tidak seagama, namun persaudaraan keluarga, sebangsa dan setanah air tetaplah satu.

Wallahu A'lam


SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.

0 komentar: