Sunday, February 11, 2018

Hukum Jual- Beli Kotoran Hewan

Jual beli atau berdagang adalah pekerjaan yang dicintai rasulullah, sudah sepatutnya umat Muhammad SAW berwirausaha dan berniaga, karena beliau di masa mudanya pun melakukan perjalanan dagang ke negeri Syam dua kali.
Jual beli sekarang mulai bergeser, dari yang awalnya menjual barang keperluan dapur semisal makanan, hingga kebutuhan sehari-hari layaknya alat tulis, kendaraan dan lainnya. Guna memenuhi kebutuhan hidup, banyak diantara kita yang menjalankan profesi dan bergerak di sektor perdagangan yang meniscakan adanya berbagai barang (komoditas) yang diperjualbelikan.
Dewasa ini mudah ditemukan jual beli barang yang sebenarnya tidak patut dijual seperti halnya kotoran hewan. Namun karena barang tersebut bisa jadi berguna dalam keadaan tertentu akhirnya banyak pemasok dan penjual kotoran hewan.
Lantas bagaimanakah Fikih memandang hal demikian? Apakah diperbolehkan menjual kotoran hewan mengingat hasil yang didapat digunakan untuk manafkahi keluarga.
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya, apa hukumnya menjual kotoran hewan seperti kotoran ayam, kambing, lembu. Kalau boleh mohon dijelaskan dan kalau tak boleh juga dijelaskan. Trims Pak Ustad. Wa’alaikumsalam wa rahmatullah.
 
Saudara penanya yang dimuliakan Allah SWT,
Dalam pandangan, ulama madzhab Syafi’i, barang yang diperjual belikan harus memenuhi persyaratan diantaranya adalah barang tersebut harus suci dan bermanfaat. Mengingat kotoran ayam, kambing dan lembu dalam madzhab Syafi’i dihukumi najis oleh sebagian ulama, maka jual beli barang-barang tersebut dinyatakan tidak sah. 
Namun ulama syafiiyah atau pengikut madzhab Syafi'i memberikan tawaran solusi begini: Barang-barang ini dapat dimiliki dengan cara akad serah terima barang yang ditukar dengan barang lain tanpa transaksi jual beli. 
Sebenarnya ada pandangan ulama madzhab Hanafi yang membolehkan proses jual beli kotoran-kotoran hewan tersebut, karena ada unsur manfaat di dalamnya. Adapun dasar pengambilan hukum yang kami gunakan adalah: Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh

وَلَمْ يَشْتَرِطْ الْحَنَفِيَّةُ هَذَا الشَّرْطَ فَأَجَازُوْا بَيْعَ النَّجَاسَاتِ كَشَعْرِ الْخِنْزِيْرِ وَجِلْدِ الْمَيْتَةِ لِلانْتِفَاعِ بِهَا إِلاَّ مَا وَرَدَ النَّهْيُ عَنْ بَيْعِهِ مِنْهَا كَالْخَمْرِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ كَمَا أَجَازُوْا بَيْعَ الْحَيَوَانَاتِ الْمُتَوَحِّشَةِ وَالْمُتَنَجِّسِ الَّذِيْ يُمْكِنُ اْلانْتِفَاعُ بِهِ فِيْ اْلأَكْلِ وَالضَّابِطُ عِنْدَهُمْ أَنَّ كُلَّ مَا فِيْهِ مَنْفَعَةٌ تَحِلُّ شَرْعًا فَإِنَّ بَيْعَهُ يَجُوْزُ لِأَنَّ اْلأَعْيَانَ خُلِقَتْ لِمَنْفَعَةِ اْلإِنْسَانِ

Dan ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan syarat ini (barang yang dijualbelikan harus suci, bukan najis dan terkena najis). Maka mereka memperbolehkan jual beli barang-barang najis, seperti bulu babi dan kulit bangkai karena bisa dimanfaatkan. Kecuali barang yang terdapat larangan memperjual-belikannya, seperti minuman keras, (daging) babi, bangkai dan darah, sebagaimana mereka juga memperbolehkan jual beli binatang buas dan najis yang bisa dimanfaatkan untuk dimakan. Dan parameternya menurut mereka (ulama Hanafiyah) adalah, semua yang mengandung manfaat yang halal menurut syara.’, maka boleh menjual-belikannya. Sebab, semua makhluk yang ada itu memang diciptakan untuk kemanfaatan manusia. 
 
Demikian jawaban yang bisa kami sampaikan. Mudah-mudahan dengan jawaban ini, kita lebih bijak dalam menjalani aktifitas hidup sehari-hari.

Wallahu A'lam


SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.

0 komentar: