Wednesday, February 7, 2018

Wajibkah Makmum Membaca Al-Fatihah dalam Sholat?

Membaca Surat Al-Fatihah merupakan salah satu rukun qauli di dalam shalat. Sebagai rukun maka tidak bisa tidak orang yang melakukan shalat harus membacanya kecuali dalam keadaan dan alasan tertentu di mana para ulama membolehkan mengganti bacaan Surat Al-Fatihah dengan bacaan lainnya.
Kewajiban membaca Surat Al-Fatihah di dalam shalat dan ketidakabsahannya didasarkan pada hadits Rasulullah SAW riwayat Imam Muslim dan lainnya yang berbunyi sebagai berikut.
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Artinya, “Tidak sah shalatnya orang yang tak membaca Surat Al-Fatihah.”

Imam Nawawi mensyarahi hadits di atas dengan menyatakan bahwa hadits ini menjadi dasar bagi madzhab Syafi’i bahwa membaca Al-Fatihah wajib hukumnya bagi orang yang shalat baik ia menjadi imam, makmum, maupun shalat sendirian (Lihat Muslim bin Hajjaj, Shahîh Muslim bi Syarhil Imâmin Nawawi, Kairo, Darul Ghad Al-Jadîd, 2008, jilid 2, halaman 86). Muncul pertanyaan sebagai berikut:
Sebelumnya kami mohon maaf karena pertanyaan yang disampaikan ini cukup dasar, namun kami masih belum mendapatkan kepastian jawabannya. Yang kami ingin tanyakan, apakah kita (makmum) perlu membaca Al-Fatihah ketika shalat berjamaah? Atau apakah sudah cukup dengan Fatihah-nya Imam? Bagaimana juga dengan ayat-ayat Al-Qur’an lain yang dibaca setelah Al-Fatihah?
Saudara Penanya yang dimuliakan Allah. Shalat lima waktu merupakan kewajiban bagi tiap-tiap muslim/muslimah yang telah baligh, berakal dan tidak dalam kondisi Haidh, nifas atau wiladah. Kewajiban ini tentunya harus disertai dengan pengetahuan (ilmu) mengenai tata cara shalat agar ibadah yang dilakukan dapat dianggap sah.
Dalam pandangan Madzhab Syafi’i, membaca Surat al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat yang harus dibaca oleh setiap orang yang menjalankannya dalam tiap rekaat shalat. Kecuali bagi makmum masbuq (makmum yang tertinggal rekaat pertamanya dari imam), maka ia hanya mambaca sedapatnya saja (tidak harus utuh surat Fatihah-nya). Dan inilah yang dimaksudkan dengan ungkapan “Fatihah ditanggung imam”. 
Pertanyaan yang saudara sampaikian juga pernah dibahas pada Muktamar NU ke-13 di Menes Pandeglang Banten tahun 1938. Referensi yang dijadikan acuan pada waktu itu adalah kitab Kasyifah as-Saja Syarah Safinah an-Naja karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi
وَتَجِبُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ سَوَاءٌ الصَّلاَةُ السِّرِّيَّةُ وَالْجَهْرِيَّةُ وَسَوَاءٌ اْلإِمَامُ وَالْمَأْمُوْمُ وَالْمُنْفَرِدُ لِخَبَرِ الصَّحِيْحَيْنِ: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Artinya: (Membaca al-Fatihah) wajib di setiap rakaat, baik shalat dengan bacaan pelan (Zhuhur dan Ashar), ataupun keras (Maghrib, Isya’, Subuh dan Jum’at), sebagai imam, makmum ataupun sendirian, sesuai dengan hadis riwayat Bukhari Muslim: “Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah.”

Dengan demikian bagi makmum tetap harus membaca al-Fatihah dalam tiap rekaat shalatnya. Sementara mengenai bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca setelah membaca surat Fatihah hukumnya adalah sunnah (dianjurkan) sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. 
Semoga penjelasan ini mengantarkan kita untuk semakin rajin dalam menjaga ibadah shalat dan memenuhi berbagai syarat serta rukun yang telah digariskan.

Wallahu A'lam


SHARE THIS

Author:

Etiam at libero iaculis, mollis justo non, blandit augue. Vestibulum sit amet sodales est, a lacinia ex. Suspendisse vel enim sagittis, volutpat sem eget, condimentum sem.

0 komentar: