Bersuci yang paling baik adalah dengan media air, terutama dalam menghilangkan hadats kecil yakni dengan ber-wudlu.Namun tak selamanya ketersediaan air di daerah kita selalu melimpah karena siapa sangka bencana kekeringan di suatu daerah dapat terjadi kapanpun. Fiqih telah memberikan opsi dengan cara tayammum sebagaimana yang termaktub dalam Alquran Surat An-Nisa' ayat 43.
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟
لَا تَقْرَبُوا۟ الصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا
تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ
وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم
مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً
فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati untuk jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau berhubungan dengan istri, sedang kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun”. (QS An-Nisâ: 43)
Pembahasan agama kali ini masih menanggapi pertanyaan berikut:
Jika kita hanya mempunyai persediaan air untuk minum, apakah kita harus menggunakan air itu untuk wudlu atau boleh tayamum? Ini tentunya dimaksudkan jika kita dalam kondisi sulit memperoleh air bersih lagi untuk berwudlu.
Pilihannya adalah mana yang harus didahulukan berwudlu dengan perbekalan air yang ada atau bertayammun ketika berada di tengah hutan.
Perlu dirunut terlebih dahulu bahwa salah satu sebab yang memperbolehkan orang untuk melakukan tayamum adalah adanya kebutuhan terhadap air untuk minum makhluk yang dimuliakan (hayawan muhtarom/ حيوان محترم ) yaitu yang haram membunuhnya.
وَالسَّبَبُ الثَّالِثُ (الإِحْتِيَاجُ إِلَيْهِ) أَيْ إِلَى الْمَاءِ (لِعَطَشِ حَيَوَانٍ مُحْتَرَمٍ) وَهُوَ مَا يَحْرُمُ قَتْلُهُ --محمد نووي البنتاني، كاشفة السجا شرح سفينة النجا, مصر-بولاق، ص. 41
“Sebab yang ketika yang memperbolehkan tayammum adalah adanya kebutuhan terhadap air untuk minum makhluk yang dimuliakan, yaitu yang haram membunuhnya”.
Sedang yang dimaksudkan dengan hayawan muhtaram adalah yang haram untuk dibunuh; dan manusia termasuk di dalamnya.
Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam kondisi seseorang berada di tengah hutan, misalnya, dan jika memilih menggunakan air tersebut untuk wudlu maka ia akan kehausan karena ketiadaan air yang ada disekitarnya, maka yang harus dilakukan adalah melakukan tayammum daripada melakukan wudlu dengan air perbekalannya.
Sebab, menjaga jiwa itu lebih utama dan telah ditetapkan oleh syariat sebagai salah satu dari tujuan syariat yang utama. Disamping itu karena wudlu memiliki alternatif lainnya yaitu tayammum, sedangkan minum air tidak bisa tergantikan.
قَالَ أَصْحَابُنَا: وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ الوُضُوءُ فِى هَذَا الحَالِ لِأَنَّ حُرْمَةَ النَّفْسِ آكِدٌ وَلَا بَدَلَ لِلشُّرْبِ وَلِلْوُضُوءِ بَدَلٌ وَهُوَ التَّيَمُّمُ --محمد نووي البنتاني، كاشفة السجا شرح سفينة النجا, مصر-بولاق، ص. 41
“Para sahabat kita (ulama-ulama dari kalangan madzhab syafii) berpendapat bahwa dalam kondisi seperti ini haram baginya (seseorang) untuk berwudlu karena menjaga jiwa itu telah ditetapkan (dalam syariat), dan tidak pengganti minum, sedangkan wudlu memiliki alternatif yaitu tayamum”.
Demikian penjelasan singkat dari kami, semoga dapat memuaskan penanya, dan bisa dijadikan sebagai pegangan yang bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
0 komentar: